Seharian di Museum

Museum BI 360 derajat

Puluhan tahun tinggal di Jakarta dan kemudian Jakarta coret, dengan malu saya mengakui belum banyak menjelajahi museum di kota tercinta ini. Niat sudah ada, tapi tak pernah terlaksana. Maka ketika diajak berkeliling museum seharian, saya menyambutnya dengan senang hati. Bersama Sisil, Dylla dan Lysa, saya berencana mengunjungi museum-museum di Jakarta Pusat dan area Kota Tua.

Museum GajahPerhentian pertama kami adalah Museum Gajah di seberang Monas. Sayangnya saya datang belakangan karena terjebak macet (maklum rumah paling jauh di pelosok), jadi cuma sempat foto-foto di depan museum. Hari Sabtu itu museum cukup ramai oleh turis lokal dan mancanegara, juga rombongan karyawisata dari SD sampai mahasiswa. Menurut teman-teman yang sempat berkeliling di dalam, bangunan baru Museum Gajah sangat bagus dan rapi. Saya jadi ingin kembali lagi di lain waktu, mungkin bersama keponakan-keponakan, supaya mereka belajar sejarah juga. Continue reading

Berkisah Tanpa Menjelajah

Nah, ini cuplikan salah satu naskah yang saya buat untuk acara jalan-jalan di TV. Semua saya tulis berdasarkan cerita dari tim liputan, riset internet, juga gambar-gambar besutan juru kamera. Supaya terkesan real seolah-olah saya sendiri yang berada di sana, saya selalu berusaha  menghayati cerita serta gambar yang saya dengar dan lihat, membebaskan imajinasi, dan…berkhayal saya ada di sana 😀

Desa Tenganan. http://vilvatica.blogspot.com

BALI/ PULAU DEWATA YANG DIPUJA KARENA KEINDAHAN DAN KEEKSOTISANNYA/ KIAN LAMA KIAN TAK MAMPU MELEPASKAN DIRI DARI JERAT GEMERLAP KAPITALISME// NAMUN/ DI SALAH SATU SUDUT PULAU BALI/ TERSIMPAN HARTA YANG TAK TERNILAI HARGANYA// BUKAN DERETAN RESOR MEWAH ATAU GEMERINCING DOLAR/ MELAINKAN HAMPARAN SAWAH HIJAU/ SENYUM HANGAT/ DAN TRADISI YANG TERPELIHARA// Continue reading

Karimunjawa yang Menantang

Menantang bagi saya, tentu saja, yang jarang-jarang ‘melaut’. Tantangan pertama kami jumpai di pelabuhan Jepara, titik awal perjalanan ke Kepulauan Karimunjawa : jadwal kapal. Namanya juga berurusan dengan laut, sudah pasti kita yang harus mengalah. Jadwal kapal memang sangat ditentukan oleh kondisi cuaca dan laut. Jadi tidak heran kapal Bahari Express yang dijadwalkan berangkat pukul 10.30 siang, baru mengangkat sauh kira-kira pukul satu. Semua itinerary tur hari itu dibatalkan karena waktu yang terlalu mepet, dan rencananya dialihkan ke hari ketiga atau hari terakhir. Untungnya perjalanan selama kurang lebih dua jam tidak mengalami kendala. Saya hanya agak pusing karena dapat tempat duduk di perut kapal sehingga tidak bisa melihat laut, cuma dapat semburan angin yang nampol banget. Oiya sebelum ada kapal Bahari Express, perjalanan ke Karimunjawa dari pelabuhan Jepara memakan waktu 6 jam dengan kapal jenis lain! Kehadiran kapal cepat tentunya sangat membantu meningkatkan pariwisata di kepulauan ini. Continue reading

Mbak, Indo Ya? (Minggu Pagi di Victoria Park)

Orang Indonesia semua tuh

Tiba-tiba saja, saya kehilangan minat untuk mengunjungi tempat rekreasi theme park yang jadi wisata unggulan di sini, seperti Disneyland dan Noah’s Ark. Kayaknya kok lebih asyik melihat-lihat kota ini saja, mengamati penduduknya, suasananya, keramaiannya. Jadilah kami mencoret semua agenda mengunjungi theme park (lumayan menghemat beberapa ratus dolar hehehe), dan memutuskan untuk berkunjung ke Victoria Park, taman yang sangat populer sebagai tempat ngumpul para pekerja Indonesia di Hong Kong setiap hari Minggu, yang merupakan hari libur mereka. Sutradara/Artis Lola Amaria bahkan sudah mengangkatnya ke layar lebar, sayang hanya bertahan sebentar saja di jaringan bioskop, dan sudah turun sebelum saya sempat nonton. Continue reading

Hong Kong yang Tak Pernah Tidur

P1010952

Victoria Harbor

Salah satu tempat favorit saya di kota ini. Victoria Harbor. Dari sini keliatan banget betapa Hong Kong adalah kota metropolitan yang kesuksesan ekonominya ditandai dengan gedung-gedung jangkung yang berlomba menjangkau langit. Dan setiap jam 8 malam, Victoria Harbor juga menjadi tempat favorit para turis untuk menyaksikan Symphony of Light, pertunjukan lampu dan sinar laser yang diiringi musik, dari gedung-gedung yang berjejer di sana. Pertunjukan tersebut bahkan sudah masuk Guinness Book of Records, sebagai The World’s Largest Permanent Light and Sound Show. Continue reading

Masa Kini dan Masa Lalu Bergabung di Macau

Reruntuhan St Paul

Reruntuhan St. Paul

Selain menampilkan wajah kota yang modern, bekas jajahan Portugis ini juga dikenal dengan peninggalan-peninggalan bersejarahnya. Yang paling populer tentu saja Ruins of St. Paul alias reruntuhan gereja St. Paul yang terbakar tahun 1835 dan sekarang dijadikan museum. Dari Senado Square yang klasik, kita tinggal mengikuti jalan ke Ruins of St. Paul, dan di sepanjang jalan berjajar toko-toko dengan dagangan beragam mulai dari apotek, restoran, butik, suvenir, sampai camilan khas Macau yang banyak dijadikan oleh-oleh. Bagusnya wisata mereka memang begini nih, peninggalan bersejarah yang cantik digabung dengan pertokoan, jadi turis selain melihat-lihat pemandangan juga menghabiskan uang untuk berbelanja. Saya sendiri cuma beli beberapa suvenir yang terjangkau. Contohnya magnet kulkas yang dihargai MOP/HK$ 30 per 3 buah dan pembatas buku MOP/HK$ 15 per buah. Continue reading

Macau yang Gemerlap

Hotel Grand Lisboa

Hotel Grand Lisboa

Meskipun tidak seheboh Las Vegas, Macau sudah terkenal sebagai kota judi. Kasino-kasino yang bertebaran di sini pun berlomba-lomba tampil paling mencolok dan gemebyar. Setelah matahari terbenam (sekitar pukul 7 malam), langsung terhidang pemandangan serba bling-bling. Warna-warni lampunya saja sudah cukup menarik turis untuk foto-foto di segala tempat. Walaupun nggak ikutan judi, tapi ikut menikmati kemilaunya. Saat pesawat mendarat di bandara saja, kerlap-kerlip lampu di City of Dreams langsung menyambut dari kejauhan. Sungguh heboh dan pastinya menyedot banyak listrik setiap hari! Continue reading

Lost in Macau

The Giant Buddha, Hong Kong

The Giant Buddha, Hong Kong

Sebenarnya rencana awal liburan kami, saya dan Sisil, bukan ke wilayah ini. Tapi setelah membaca-baca buku panduannya (Rp 2 Jutaan Keliling Macau dan Hong Kong – Claudia Kaunang), kami tergoda juga untuk berkunjung ke sana. Apalagi karena nggak butuh visa, perginya pun jadi nggak ribet. Apakah benar cuma butuh 2 juta? Ya jelas tidak lah, 2 juta yang dimaksud di buku ini cuma buat akomodasi, transportasi di sana dan konsumsi pokok (tanpa ngemil). Beruntung kami dapat harga tiket murah dari Valuair, 2 juta PP Jakarta-Macau. Namanya juga penerbangan murah, jam terbangnya nggak bisa dibilang normal. Kami sampai di Macau jam 2 pagi dan menunggu hari terang sambil tidur-tiduran di ruang kedatangan. Ada juga beberapa orang yang ‘menginap’ di bandara seperti kami.

Walaupun sudah membaca bahwa orang Macau jarang memakai bahasa Inggris, kami sempat heran juga karena polisi bandara pun tidak mengerti waktu kami tanya cara mencapai Senado Square dari bandara. Rupanya dia hanya tahu nama Cinanya. Padahal Senado Square itu ya alun-alun kota, pusatnya Macau lah kira-kira. Continue reading

Merangkul Alam di Balikpapan

with silvana di seberang pulau 6

Di seberang pulau 6, Samboja

Beberapa kali membaca novel lokal dan mancanegara yang bercerita tentang orang utan, saya dan Silvana memutuskan untuk bertandang ke Balikpapan, Kalimantan Timur, melihat langsung pusat rehabilitasi orang utan sebelum mereka dilepasliarkan ke alam bebas. Dan ternyata, bukan cuma orang utan yang bisa kita temui di salah satu kota penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia itu.

SAMBOJA LESTARI

Samboja Lodge

Samboja Lodge

Kurang lebih satu jam perjalanan dari Bandara Sepinggan, sampailah saya di lahan milik Yayasan Penyelamatan Orang Utan Borneo (Borneo Orangutan Survival / BOS). Lahan seluas dua ribu hektar ini, dulunya hanya berupa padang alang-alang setelah hutan di atasnya terbakar habis. BOS yang didirikan oleh Willie Smith, aktivis lingkungan asal Belanda yang telah menjadi warga negara Indonesia, merehabilitasi lahan tersebut hingga kini telah menjadi hutan sekunder. Continue reading

Terpikat Jawa Timur

P1000633

Menuju Gunung Bromo

I am never an outdoorsy girl. Dari dulu saya ini orang kota yang cuma sesekali berkeliaran ke alam bebas. Makanya pilihan tempat liburan saya selama ini selalu yang ‘aman-aman’ saja, seperti mBandung, mBali, nJogja…hehehe.

Tapi entah mengapa, menjelang milad saya tahun ini, saya kepingin banget melihat alam Indonesia. Dan yang terlintas di kepala adalah Bromo. Ditambah lagi, tak lama kemudian saya dan suami, Eko, menonton film “King” yang berlokasi di Kawah Ijen. Akhirnya kami pun sepakat untuk melangkahkan kaki ke Jawa Timur.

Perjalanan ke Bromo dimulai dari Malang pada hari Selasa pagi (4 Agustus 2009) setelah menghabiskan 15 jam di Kereta Api Ekspres Gajayana dari Jakarta. Continue reading