Hasil Survei Novel Terjemahan

577317_10202043530077978_841476683_n

Alhamdulillah, selesai juga merekap hasil survei novel terjemahan yang diluncurkan beberapa waktu lalu. (Kayak berat banget ya usahanya. Padahal mah… emang lumayan šŸ˜€ ) Penasaran? Kepingin tahu hasilnya? Silakan dibaca ringkasannya berikut ini. Jangan bosan ya, karena banyak sekali masukan, saran, dan kritik yang bagus untuk para penerjemah.

Jumlah Responden: 100

Q1 Seberapa sering membaca novel terjemahan?
Jarang (15)
Kadang-kadang (24)
Sering (61)

Q2 Apa yang disukai dari novel terjemahan?
1. Jawaban terbanyak: karena memang menyukai novelĀ aslinya / lebih menyukai novelĀ karangan penulis luar dalam hal tema, ide cerita, penokohan, gaya bahasa, dll.
2. Masih berkaitan dengan alasan pertama, novel terjemahan disukai karena dapat menambah wawasan tentang budaya asing dan memudahkan pembaca untuk mengenal khazanah sastra luar negeri.
3. Novel terjemahan juga disukai karena menggunakan bahasa Indonesia, bahasa ibu pembaca, sehingga lebih mudah dipahami dan proses membaca juga lebih cepat dibandingkan jika membaca buku aslinya. Selain itu, pemilihan kata dalam novel terjemahan juga lebih bervariasi. Kadang malah menemukan kata-kata bahasa Indonesia yang hanya ditemukan dalam novel terjemahan.
4. Lebih mudah didapatkan dibanding buku aslinya, dan umumnya lebih murah. Atau mengutip jawaban salah satu responden, ā€œNovel terjemahan memungkinkan saya membaca novel internasional dengan harga lokal.ā€ Continue reading

Advertisement

100 Buku Untuk Seumur Hidup

IMG-20140329-WA0003Saya tidak tahu apakah akan melanjutkan membaca buku ini. Sekarang sih masih mandek. Tapi sebenarnya saya sangat suka temanya. Buku ini bisa dibilang semacam jurnal Will Schwabbe mengenai hari-hari terakhir ibunya, Mary Anne, yang menderita kanker pankreas. Jauh sebelum Mary AnneĀ sakit, ibu-anak ini sudah sering berbagi tentang buku-buku yang mereka baca, karena keduanya pembaca kelas berat. Namun sejak ibunya sakit, kegiatan ini menjadi semakin intens karena…yah…buku apa pun yang sedang mereka baca bersama saat itu bisa jadi merupakan buku terakhir yang akan dibaca ibunya. Maka muncullah ide Will untuk ‘membentuk’ klub buku yang hanya beranggotakan dua orang. Sambil menemani ibunya kemoterapi, atau sekadar saling bertelepon di tengah kesibukan masing-masing (ibunya aktivisĀ sosial dengan jadwal yang luar biasa padat), mereka bertukar kesan dan pendapat tentang sebuah buku. Dan membahasĀ buku ternyata membuka jalan bagi mereka untukĀ membicarakan kehidupan, orang-orang yang mereka sayangi, masa lalu dan masa kini, yang mungkin tidak akan pernah mereka bicarakan andai tidak ada klub buku.

No matter where Mom and I were on our individual journeys, we could still share books, and while reading those books, we wouldn’t be the sick person and the well person; we would simply be a mother and a son entering new worlds together.Ā (hal. 32) Continue reading

Harga Buku Terjemahan Mahal? (Menyambung Tulisan Lulu)

577317_10202043530077978_841476683_n

Silakan baca tulisan Lulu di sini. Lulu pernah bekerja sebagai editorĀ in house,Ā jadi sedikit banyak punya pengalaman dalam menentukan harga buku terjemahan.

Karena penasaran betul mengenai harga buku terjemahan yang semakin lama semakin mahal, saya akhirnya ‘mewawancarai’ Mbak Hetih Rusli, editor fiksi di Gramedia Pustaka Utama. Berikut jawaban dari Mbak Hetih:

Komponen standar (ongkos produksi buku) terdiri atas biaya cetak, biaya gudang, biaya promosi, biaya distribusi, dll. Untuk buku terjemahan selain biaya penerjemahan, ada biaya pembelian rights dan royalti juga. Sama sebenarnya dengan buku lokal, yang memberi royalti ke pengarang. Continue reading

Bukan Sekadar Membaca

Koleksi buku klasik Melisa

Koleksi buku klasik Melisa

Sebagai pembaca, kita tentu memiliki genre favorit yang menjadi faktor penentu saat memilih buku. Sesekali kita juga membahas buku-buku tersebut dengan pembaca lain, lalu lanjut membaca buku berikutnya. Namun para pembaca ini Ā bukan sekadar membaca dan mengulas buku di akun pribadi. Mereka sengaja membuat akun khusus untuk mengekspresikan, bahkan kalau bisa menularkan kecintaan mereka terhadap genre favorit mereka. Yuliyono atau akrab disapa Ijul membuat akun twitter @fiksimetropop, akun facebook Pembaca Novel Metropop dan blog Metropop Lover. Sementara Melisa Mariani dan Fanda, membuat akun twitter @bacaklasik, akun facebook Baca Klasik dan blog Baca Klasik. Dari nama akunnya sudah ketahuan dong, apa genre favorit mereka? Continue reading

Pemburu Buku Buluk

Koleksi buku buluk Aldo (FB)

Koleksi Buku Buluk Aldo

Pernah baca The Man Who Loved Books Too Much? Kisah tentang orang yang terobsesi pada buku-buku langka dan bernilai tinggi, hingga memburunya ke mana-mana, bahkan sampai nekat mencurinya. Ketiga pemburu buku buluk yang berbagi cerita di sini tentu saja bukan jenis kolektor seperti itu. Mereka mengoleksi buku buluk karena memang menyukai isinya dan bukan sekadar nilai jualnya. Tapi saya tetap penasaran, apa yang membuat mereka jatuh hati pada buku-buku tua yang kondisinya mungkin sudah tidak prima lagi, dan tentunya butuh perawatan ekstra. Karena kalau saya sih, tetap lebih suka mencium aroma buku baru yang segar dan tidak apak (dangkal ya alasannya hehehe).

Di komunitas pembaca buku Goodreads Indonesia, Aldo, Lita dan Pra ini tergabung dalam kelompok IP3B2 alias Ikatan Pemuda Pemudi Pemburu Buku Buluk. Bukan kelompok resmi atau apa sih, tapi para anggota IP3B2 saling berbagi informasi tentang keberadaan buku buluk atau saling memamerkan hasil buruan mereka buat bikin ngiri anggota lainnya šŸ˜€

Definisi buku buluk apa sih?

Aldo : Harus dibedakan pengertian buku buluk dengan buku langka. Buku buluk hanya ditentukan dengan umur buku, alias berdasarkan waktu dan periode terbit buku tsb. Jadi buku buluk belum tentu langka, dan sebaliknya buku langka tidak harus berarti buluk. Untuk standar saya adalah di atas 50 tahun

Lita : Aku sendiri mengategorikannya sebagai buku-buku yang terbit sebelum tahun 1990. Selain itu, buku itu harus sudah sulit didapatkan, atau edisi awal buku-buku yang dulu sempat dilarang. Semakin sulit didapat, semakin prestis šŸ˜€

Pra : Bagiku, buku buluk itu buku terbitan di bawah tahun 70-an atau setidaknya sudah berumur 50 tahun Continue reading