The Lunch Gossip dan The Lunch Reunion: Tentang Sahabat dan Kehidupan

photo0402Dua novel ini saya tuntaskan dalam waktu satu setengah hari saja. Memang bukan bacaan yang berat, jadi tidak sulit menyelesaikannya dalam sekali duduk. Ceritanya sendiri sangat sederhana, mengenai persahabatan lima perempuan yang dipertemukan karena bekerja di kantor yang sama. Lima perempuan dengan karakter berbeda-beda, dan dengan masalahnya masing-masing.

Mengapa saya jatuh hati pada tulisan Tria Barmawi tentang kehidupan Arimbi, Xylana, Kyntia, Vinka dan Keisha? Karena tuturannya yang sederhana dan realistis. Beberapa kali saya mencoba membaca novel bergenre metropop seperti ini, tapi malah jadi terintimidasi oleh tokoh-tokoh di dalamnya. Yang sosoknya sempurna, gaya hidupnya selangit, yang gaya bicaranya bikin saya mengerutkan kening, dan ujung-ujungnya bikin saya kehilangan selera. Continue reading

Penghargaan untuk Penerjemah

Penghargaan untuk penerjemah tidak selalu berupa materi. Pencantuman nama di sampul atau halaman depan buku, atau undangan ke acara-acara yang berkaitan dengan buku yang diterjemahkan, misalnya, juga menjadi kebahagiaan tersendiri.

Salah satu penghargaan lain juga saya rasakan baru-baru ini, saat diminta menuliskan kisah di balik penerjemahan yang kemudian dimuat di website penerbit. Bukunya berjudul The Secret Letters of the Monk Who Sold His Ferrari, karya Robin Sharma, terbitan MIC Publishing. Senang karena para penerjemah diberi ruang untuk menampilkan diri (emang doyan narsis juga sih ya hahaha). Karena judulnya ada Ferrari-Ferrari-nya, saya kepikiran melampirkan foto di dalam mobil. Jadi sengaja deh foto-foto waktu kebetulan mau belanja ke supermarket dan parkirannya masih kosong. Bukan mobil Ferrari siiih…tapi tetap ada maknanya  lah. Semoga ^_^

Silakan ditengok cerita behind the book saya di SINI.

 

Passion dan Pa$$ion

Catch a Falling Star by Vixetra at www.deviantart.com

Catch a Falling Star by Vixetra at http://www.deviantart.com

Awalnya, saya hanya tergelitik membaca tulisan seseorang tentang fenomena makin banyaknya orang Indonesia yang bermimpi (sekolah) ke luar negeri gara-gara membaca Laskar Pelangi. Menurutnya itu mimpi yang naif karena orang-orang tersebut tidak tahu bahwa bisa ke luar negeri tidak menjamin hidup senang. Bahkan banyak yang memberondongnya dengan permintaan bantuan agar mereka bisa mendapatkan beasiswa seperti dirinya. Yang membuat saya tergelitik adalah: apa salahnya punya mimpi? Seabsurd apa pun mimpi kita, kalau memang niatnya kuat dan dikejar dengan sungguh-sungguh, bukan tak mungkin bisa tercapai. Kalau memang merasa terganggu dengan pertanyaan atau permintaan bantuan dari orang-orang itu, ya bilang saja tidak bisa membantu. Tapi saya memang tidak mengalaminya sendiri, jadi tidak adil kalau saya ‘menghakimi’ si penulis. Anggap saja ini perbedaan pandangan. Continue reading

Tantangan 365 Hari

Julie & Julia

Barusan saya menonton (kembali) film bagus ini. Dan tetap terpesona sampai nggak mau ninggal-ninggalin. Saking terpesonanya, saya sampai kepikiran untuk bikin tantangan blog seperti Julie. Buat yang belum tahu ceritanya, Julie & Julia diangkat dari kisah nyata Julie Powell, seorang editor di Brooklyn yang bercita-cita menerbitkan buku tapi setelah bertahun-tahun mencoba menulis, buku impian itu tak kunjung selesai. Kenyataan hidup memaksanya pindah ke Queens mengikuti suami, berganti profesi menjadi pegawai negeri yang tugasnya menerima berbagai macam keluhan warga melalui telepon, dan pulang ke rumah setiap malam dengan perasaan tak berguna. Hanya kegemarannya memasak yang menyelamatkan Julie dari kebosanan. Continue reading

It Takes A Village to Raise A Child?

ilustrasi

Beberapa waktu lalu, saya sedang berdiri di area foodcourt sebuah mal, berpikir-pikir mau pilih menu apa untuk makan siang hari itu. Mendadak, ada suara siulan (benar, siulan) dari belakang saya, yang saya tangkap maksudnya meminta saya minggir karena menghalangi jalan. Saya langsung menoleh, kepingin tahu kayak apa tampang orang nggak sopan itu, dan kaget waktu melihat ternyata yang menyiuli saya barusan adalah seorang anak berusia kira-kira sepuluh tahun. Dia melenggang dengan cuek melewati saya, sementara temannya terkekeh-kekeh melihat saya yang melotot. Apa anak itu tidak pernah diajari untuk meminta dengan sopan, “Permisi Bu” dan bukannya menyiuli orang yang jauh lebih tua darinya? Dengan dongkol, saya berkata dalam hati, “Kalau saya punya anak, nggak bakal deh anak saya jadi kurang ajar kayak begitu!”  Continue reading

Berburu (Just After) Sunset

Setiap kali buku yang saya terjemahkan terbit dan bukti terbitnya lebih dari dua, biasanya saya usahakan membuat kuis untuk teman-teman pembaca. Seperti syukuran lah. Kali ini, buku yang saya kuiskan adalah Just After Sunset, kumpulan cerpen karya Stephen King. Meskipun bagi Stephen King senja adalah waktu ketika segala keanehan terjadi, tapi saya sengaja membuat kuis tentang keindahan senja. Sekalian cuci mata menikmati foto-foto senja yang cantik, hasil perburuan teman-teman peserta kuis 🙂 Sumpah, susah banget milih pemenangnya! Semua foto yang dipajang bagus-baguuus. Supaya lebih objektif, saya minta bantuan beberapa teman yang hobi motret dan hobi berburu senja untuk memilih dua foto favorit. Tapi jumlah suaranya juga beda-beda tipis. Continue reading

Harga Buku Terjemahan Mahal? (Menyambung Tulisan Lulu)

577317_10202043530077978_841476683_n

Silakan baca tulisan Lulu di sini. Lulu pernah bekerja sebagai editor in house, jadi sedikit banyak punya pengalaman dalam menentukan harga buku terjemahan.

Karena penasaran betul mengenai harga buku terjemahan yang semakin lama semakin mahal, saya akhirnya ‘mewawancarai’ Mbak Hetih Rusli, editor fiksi di Gramedia Pustaka Utama. Berikut jawaban dari Mbak Hetih:

Komponen standar (ongkos produksi buku) terdiri atas biaya cetak, biaya gudang, biaya promosi, biaya distribusi, dll. Untuk buku terjemahan selain biaya penerjemahan, ada biaya pembelian rights dan royalti juga. Sama sebenarnya dengan buku lokal, yang memberi royalti ke pengarang. Continue reading

Menerjemahkan Novel Populer dan Menulis Novel Romance

Di depan backdrop

Tanggal 7-8 Desember 2013, Goodreads Indonesia untuk keempat kalinya menyelenggarakan Festival Pembaca Indonesia, yang kali ini bertempat di Museum Bank Mandiri, kawasan Kota Tua Jakarta. Tahun ini ada pengalaman baru buat saya. Bersama teman-teman penerjemah / editor / penyelaras aksara, kami membuka lapak perdana yang diberi judul Pemburu Singa Mati alias gerombolan orang yang kerjanya dikejar-kejar dead line–>dead lion–>singa mati. Ceritanya bisa dibaca di sini dan  di sini.

Saya ingin berbagi tentang  dua acara yang saya pandu dalam festival kali ini. Yang pertama adalah workshop Menerjemahkan Novel Populer, dengan  pemateri Poppy D. Chusfani. Buat yang tidak sempat daftar, tidak kebagian kursi,  atau kelewatan acara ini, silakan unduh makalahnya di sini: Materi Workshop Penerjemahan IRF Continue reading

Seharian di Museum

Museum BI 360 derajat

Puluhan tahun tinggal di Jakarta dan kemudian Jakarta coret, dengan malu saya mengakui belum banyak menjelajahi museum di kota tercinta ini. Niat sudah ada, tapi tak pernah terlaksana. Maka ketika diajak berkeliling museum seharian, saya menyambutnya dengan senang hati. Bersama Sisil, Dylla dan Lysa, saya berencana mengunjungi museum-museum di Jakarta Pusat dan area Kota Tua.

Museum GajahPerhentian pertama kami adalah Museum Gajah di seberang Monas. Sayangnya saya datang belakangan karena terjebak macet (maklum rumah paling jauh di pelosok), jadi cuma sempat foto-foto di depan museum. Hari Sabtu itu museum cukup ramai oleh turis lokal dan mancanegara, juga rombongan karyawisata dari SD sampai mahasiswa. Menurut teman-teman yang sempat berkeliling di dalam, bangunan baru Museum Gajah sangat bagus dan rapi. Saya jadi ingin kembali lagi di lain waktu, mungkin bersama keponakan-keponakan, supaya mereka belajar sejarah juga. Continue reading

Don’t Sweat the Small Stuff

Bukan bermaksud mengatakan ini masalah remeh, tapi saat menerjemahkan kadang-kadang kita (saya kalee) terlalu heboh memikirkan terjemahan atau padanan kata sehingga lupa kalau sebenarnya bisa dibuat sederhana. Contoh nih, saya sedang menerjemahkan novel yang setiap babnya diawali dengan lagu yang liriknya berima. Lagu yang sedang saya terjemahkan liriknya begini:

Jericho and Joshua
Moses and the deep red sea
Why does my name only echo?
Why does he never think of me?

Supaya bisa berima dengan mengapa namaku hanya gema (why does my name only echo), saya buka situs nama-nama Ibrani, mencari yang berakhiran a untuk bayi laki-laki. Ketemulah Alva, artinya agung. Asyiik, langsung saya pakai nama temuan saya itu disertai catatan untuk editor kenapa saya mengganti nama Jericho.

Joshua dan Alva
Musa dan laut merah yang tak menyatu
Kenapa namaku hanya gema?
Kenapa dia tak pernah memikirkanku?

Beberapa waktu kemudian, saat sedang nonton TV, tiba-tiba teringat lirik lagu tadi. Dan sambil menepok jidat saya membatin, ngapain coba susah-susah, kan tinggal dibalik saja Joshua dan Jericho jadi Jericho dan Joshua. Tuh, langsung dapat deh bait berakhiran a!

Duengg!!

images