Dua novel ini saya tuntaskan dalam waktu satu setengah hari saja. Memang bukan bacaan yang berat, jadi tidak sulit menyelesaikannya dalam sekali duduk. Ceritanya sendiri sangat sederhana, mengenai persahabatan lima perempuan yang dipertemukan karena bekerja di kantor yang sama. Lima perempuan dengan karakter berbeda-beda, dan dengan masalahnya masing-masing.
Mengapa saya jatuh hati pada tulisan Tria Barmawi tentang kehidupan Arimbi, Xylana, Kyntia, Vinka dan Keisha? Karena tuturannya yang sederhana dan realistis. Beberapa kali saya mencoba membaca novel bergenre metropop seperti ini, tapi malah jadi terintimidasi oleh tokoh-tokoh di dalamnya. Yang sosoknya sempurna, gaya hidupnya selangit, yang gaya bicaranya bikin saya mengerutkan kening, dan ujung-ujungnya bikin saya kehilangan selera.
Ya, ini memang masalah selera. Mungkin saya memang tidak cocok dengan cerita-cerita yang terlalu ‘gaul’ dan heboh, dan lebih nyaman dengan kisah yang tenang dan manis seperti ini. Membaca kisah mereka, saya seperti sedang mengobrol dengan teman-teman sendiri.
Selain menikmati gaya berceritanya, saya juga menikmati persahabatan kelima perempuan ini. Yang sempat berkurang jadi empat orang karena perselisihan di antara mereka, lalu putaran nasib kembali mempersatukan mereka. Mungkin hubungan saya dengan teman-teman dekat saya tidak seistimewa itu sampai tiada hari tanpa bertukar cerita lewat telepon atau saling berkunjung sedikitnya seminggu sekali. Tapi saya sungguh paham betapa indahnya punya teman-teman yang selalu ada untuk kita. Meski tak bisa selalu bertemu muka, tapi kita tahu mereka selalu siap mendengarkan. Tanpa menghakimi, tanpa kepura-puraan. Sahabat yang selalu bisa menerima dan memaafkan, karena tahu bahwa di lubuk hati terdalam, mereka saling membutuhkan.
Lalu masuk buku kedua, The Lunch Reunion. Kali ini ceritanya bisa dibilang lebih mendekati umur saya (ngaku-ngaku), ketika mereka sudah menikah. Dan saya otomatis langsung bersimpati pada Arimbi, yang ‘senasib’ dengan saya. Di antara kebahagiaan sahabat-sahabatnya yang sedang hamil anak pertama atau kedua, Arimbi belum juga dikaruniai buah hati, dan kadang merasa tersisih dari obrolan mereka seputar kehamilan. Memang ada Keisha, yang malah tidak kepingin hamil, dan ucapannya kepada Arimbi sempat bikin saya terharu:
“Tapi lo tenang aja ya, Mbi. Gue janji, walaupun gue juga hamil, tapi gue nggak akan ngebiarin lo merasa di luar lingkaran sewaktu kita lagi ngumpul. Gue nggak akan ikut-ikutan yang lain terus ngomongin perut dan bayi gue tanpa memperhatikan lo.”
Walaupun layaknya dinamika pertemanan, saat Keisha beneran hamil, malah dia yang akhirnya membuat si lembut Arimbi naik darah. Gara-garanya, Keisha selalu mengeluhkan berat badan yang bertambah, ribetnya harus makan ini-itu, dan sebagainya. Sampai-sampai terlontar ucapan seperti ini kepada Arimbi:
“Lo beruntung banget, Mbi. Gue kasih tau ya, mendingan kayak lo aja, nggak perlu pusing mikirin urusan tetek-bengek perut gendut ama bayi. Kalo mau punya anak, mendingan lo adopsi aja. Capek banget! Capek badan, capek hati!”
Padahal, Keisha tahu persis Arimbi rela sakit separah apa pun asalkan bisa merasakan mengandung anaknya sendiri. Dan untungnya, Tria mengisahkan episode berantem-baikan mereka dengan tidak berlebihan, tidak overly dramatic. Pas dan realistis.
Dan saya kembali terharu membaca dialog Arimbi dengan suaminya, Fariz. Juga keputusan Arimbi di akhir cerita.
“Mbi… kamu tahu kan, setiap orang punya porsi masing-masing. Setiap orang punya tugas masing-masing di dunia ini…. Berapa banyak orang di dunia ini yang tidak punya anak sendiri tapi bisa melakukan hal luar biasa yang membawa kebaikan untuk umat manusia?”
Pikiran semacam itu sudah beberapa lama juga menyelinap di benak saya, tapi belum ada keberanian secuil pun untuk mengakuinya. Saya masih menanti kejaiban. Selama masih bisa berusaha, saya akan terus menanti. Namun seperti Arimbi, saya juga ingin belajar menerima apa yang mungkin telah digariskan Tuhan untuk saya 🙂
Data Buku
Judul : The Lunch Gossip (cetak ulang) & The Lunch Reunion
Penulis : Tria Barmawi
Editor : Donna Widjajanto (The Lunch Reunion)
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2013
jadi karena mirip nih Cie… btw itu foto2 dikau sama sahabat yg 5 juga yaa…? kereeen ….!:)
Iya Mbak, makasiiih 🙂
Ceritanya juga bagus kok Mbak hehehe
Terimakasih banyak reviewnya, Mbak! Beneran merasa tersanjung dapat review yang bagus dari salah seorang penerjemah dan editor kawakan. Dan menurut saya sih Mbak sudah memberi banyak pada masyarakat dengan karya2 Mbak. Salam sayang!
Amiiin, insya Allah. Makasih untuk buku manisnya ya, Mbak Tria. Sekarang lagi beredar di sahabat-sahabatku yang nggak pernah sempat beli buku lagi karena sibuk ngurus anak :))
semangat dan pantang menyerah gan! sudah digariskan masing-masing.