Diary Princesa : Ketika Cinta Tidak Hitam-Putih

photo0448Judul : Diary Princesa
Penulis : Swistien Kustantyana
Penyunting : Laras Sukmaningtyas
Penerbit : Ice Cube
Cetakan : Pertama, Februari 2014

 

Saya tidak suka Princesa. Serius. Susah banget simpati sama tokoh utama dalam novel ini. Tapi saya salut sama penulisnya, karena berani bikin tokoh utama yang ‘nyebelin’. Kisahnya sendiri tentang pasang-surut hubungan kakak-beradik Jinan dan Princesa. Seperti layaknya diary, berbagai peristiwa diceritakan mulai masalah pacar, sahabat, sekolah, sampai hubungan orangtua mereka yang jauh dari harmonis. Dan meski Cesa termasuk cewek populer karena cantik, pintar, dan baik hati, namun sebenarnya hidup Cesa terpusat pada kakaknya, Jinan, yang mengidap bipolar disorder (gangguan mental yang ditandai dengan perubahan mood sangat ekstrem). Suasana hati Cesa selalu ikut terpengaruh mood kakaknya yang tak dapat ditebak.

Ketika saya tanya apakah karakter Jinan menggambarkan dirinya sendiri, yang kata orang ‘meledak-ledak’, begini jawaban Swistien:
“Betuuulll. Pernah ada yang bilang kalo novel pertama itu pastilah novel curhat si penulis, hahaha. Itu beneran novel curhat. Jadi ya aku banget. Dan Cesa itu adikku. Jadi pernah ada yang komen kalo aku jahat kok bikin tokoh Cesa jadi nyebelin gitu. Lah emang ada orangnya kok. Adikku aja ketawa-ketawa bacanya. Dia gak protes,  emang dia banget kok.”

Kalau masih ingat, beberapa waktu lalu film The Silver Lining Playbook sukses menyedot perhatian baik secara komersil maupun di ajang penghargaan. Film yang diangkat dari novel itu juga menampilkan tokoh yang mengidap gangguan bipolar. Swistien mengakui bahwa dia memang terinspirasi film tersebut, dan memberi ‘peran’ cukup besar untuk film itu dalam novelnya.

Lalu mengapa memilih bercerita dari sudut pandang Cesa, bukan sudut pandang Jinan yang mungkin lebih ‘ruwet’?
“Karena meniru novel Luna-nya Julie Ann Peters. Aku tergila-gila sama novel itu jadinya pengen niru aja. Nulis dengan teknik yang sama. (1) Nulis tentang kakaknya dari pov adeknya. (2) Nulis pakai flashback.”

Pada satu titik, kakak-adik yang berbeda 180 derajat ini tak dapat menghindari kenyataan bahwa mereka menyukai cowok yang sama. Dan hubungan mereka yang selama ini sangat erat, meskipun penuh gejolak, kembali diuji. Berbagai peristiwa di masa lalu yang muncul ke permukaan setelah sekian lama berusaha disingkirkan, membuat Cesa terpaksa mempertanyakan apakah benar dia yang selalu berkorban dan mengalah pada Jinan.

Secara keseluruhan, saya suka cara Swistien bercerita. Tema yang diangkat juga menarik, tentang hubungan kakak-adik yang  penuh tantangan dan tak selalu semanis madu. Memang hidup ini tidak hitam-putih, sebesar apa pun kasih sayang kita pada seseorang, tetap akan ada ego yang bermain. Sempat agak bosan karena kegiatan sosial Cesa kok cuma nonton dan nonton melulu. Tapi mungkin pilihan acara kencan di Jakarta yang paling gampang memang nonton di bioskop kali yaa 😀

Jadi, Diary Princesa adalah novel yang manis namun tetap realistis. Ending-nya mungkin bakal membuat beberapa pembaca nggak rela (termasuk saya). Tapi rupanya itu salah satu syarat lomba di mana naskah novel ini diikutsertakan, jadi ya mesti diterima hehehe.

Oiya, satu hal yang agak mengganggu bagi saya (radar editornya nggak bisa dimatiin :P) adalah penulisan ‘masuk ke dalam kamar/ruangan/dsb’. Seharusnya cukup ‘masuk ke’ saja. Yang lain-lainnya sih nggak terlalu mengganggu.

Good job, Tien. Ditunggu novel selanjutnya.

3 bintang

Leave a comment