Harga Buku Terjemahan Mahal? (Menyambung Tulisan Lulu)

577317_10202043530077978_841476683_n

Silakan baca tulisan Lulu di sini. Lulu pernah bekerja sebagai editor in house, jadi sedikit banyak punya pengalaman dalam menentukan harga buku terjemahan.

Karena penasaran betul mengenai harga buku terjemahan yang semakin lama semakin mahal, saya akhirnya ‘mewawancarai’ Mbak Hetih Rusli, editor fiksi di Gramedia Pustaka Utama. Berikut jawaban dari Mbak Hetih:

Komponen standar (ongkos produksi buku) terdiri atas biaya cetak, biaya gudang, biaya promosi, biaya distribusi, dll. Untuk buku terjemahan selain biaya penerjemahan, ada biaya pembelian rights dan royalti juga. Sama sebenarnya dengan buku lokal, yang memberi royalti ke pengarang.

Nah buku-buku terjemahan (terlihat) mahal sekarang ini karena ada komponen yang terlupakan sama pembaca, yaitu pembayaran yang kita lakukan untuk buku luar kan pakai dolar.

  1. Awal tahun 2013, dolar kalau nggak salah masih 10 ribuan, sekarang jadi 12.000.
  2. Kertas juga masih impor, jadi harga kertas otomatis naik. Kenaikannya 10-20%, mengikuti depresiasi rupiah.
  3. Kenaikan UMR. Ini yang paling nggak kelihatan tapi efeknya panjang. Ini juga membuat kenaikan biaya distribusi dan biaya gudang.

Jadi, menggabungkan ketiga poin di atas, akibatnya harga buku melonjak 30-40% daripada sebelum bulan Oktober. Dulu harga buku yang tebalnya 600 halaman masih bisa dijual dengan harga 70-75 rb. Tambahan 30%-40% kenaikan jadinya 90-100 rb. Mungkin kalau untuk buku lokal kenaikannya masih bisa kita tekan hingga 25-30%. Karena bisa kita kurangi di biaya pembelian rights, dan royaltinya tetap pakai rupiah.

Tanya : Seandainya dolar turun, bisakah harga buku juga turun lagi?
Jawab : Bisa. Dulu ada masanya dolar pernah nembus 15 rb terus turun jd 11 rb, harga bukunya juga nggak setinggi waktu 15 rb. Bukan berarti harga lama jadi diturunkan, tapi harga produksi baru bisa lebih rendah. Tapi jangan lupa hitung inflasi juga ya. Mungkin kalau masih dalam rentang tahun yang sama, fluktuasi harga ke harga yang lebih rendah itu bisa terjadi.

Tanya: Dalam hal kualitas kertas dan sebagainya, benar tidak kalau buku asli yang lebih murah itu (mass paperback), kualitasnya juga kurang, misalnya huruf lebih kecil dan rapat-rapat, dibandingkan buku terjemahan?
Jawab : Tergantung sih. Kebanyakan memang untuk mass paperback mereka lebih “kejam” urusan font dan kertasnya nggak sebagus hardcover. Karena memang tujuannya untuk memproduksi semurah mungkin sebanyak-banyaknya. Tapi jangan dibandingkan apple to apple dengan buku kita. Kalau buku di Indonesia, kita nggak punya banyak pilihan kertas. Mau cetak 5000 atau 1 juta ya kita punya kertas standar. Kalau mau lebih mahal, ada. Tapi kalau jenis kertas yang memberi harga optimal, itu sudah kita pakai saat ini.

Foto: holiparent.blogspot.com

Foto: holiparent.blogspot.com

Saya juga menanyakan hal serupa kepada seorang editor lain yang tidak mau disebutkan namanya (hehehe), dan mendapat jawaban seperti ini:

Ada buku-buku tertentu yang menetapkan harga rights sangat mahal. (Mahal pakai caps lock ya, katanya) karena ketenaran si penulis atau kelarisan buku tersebut di negara asalnya. Nah, kalau dipatok menggunakan persentase komponen biaya beli rights, bisa-bisa harga buku terjemahannya mencapai ratusan ribu. Tapi biasanya marketing punya pertimbangan lain. Salah satunya, yakin buku terkenal itu bisa terjual banyak. Akhirnya berani memberi harga murah atau harga ‘wajar’ dengan hitung-hitungan keuntungan per bukunya lebih sedikit.

Tanya : Kalau ternyata penjualannya tidak sesuai harapan bagaimana? Penerbit rugi nggak?
Jawab : Ada break even point, pastinya. Salah satu strateginya dengan menjual buku diskon atau buku broken itu. Yang penting tidak dead stock, karena biaya gudang dan bayar ke toko buku bakal lebih mahal lagi.

Tanya : Jadi variabel penentuan harga buku tuh banyak ya?
Jawab : Iya, dan itu yang mikirin bos-bos karena mereka punya hitung-hitungan sendiri. Kami sebagai editor kadang suka sedih juga kalau melihat harga bukunya mahal. Tapi yaa mau bagaimana lagi. It is how we survive to be able to publish another great book.

Jadi, kesimpulan saya, penerbit sudah berusaha menekan harga buku sewajar mungkin, karena mereka pasti juga ingin bukunya banyak terjual. Tapi kondisi memang tidak memungkinkan untuk menjual buku terjemahan dengan harga saat nilai tukar dolar rendah. Apalagi sebagai sebuah bisnis, penerbitan juga punya banyak mulut yang mesti diberi makan. Kenapa di luar negeri seperti India misalnya, harga buku bisa murah? Entahlah, mungkin harus ditanyakan kepada rumput yang bergoyang di istana negara dan halaman gedung DPR #eh

Salam Buku

13 comments on “Harga Buku Terjemahan Mahal? (Menyambung Tulisan Lulu)

  1. melodyvioline says:

    Reblogged this on Terjemahan Melody and commented:
    Ada banyak komponen yang memengaruhi harga buku.

  2. Peri Hutan says:

    hihihi, semoga rumput bergoyangnya ngeh ya mbak 🙂
    aku juga heran kenapa di India bukunya murah2, kalo nggak salah di sana ada anak penerbit aslinya, lupa dulu sempat dibaca di mana. makasih mbak postingannya, bikin melek sedikit :p

  3. Nadiah Alwi says:

    Ini jg ditanyakan di blognya Lulu. 😀

    Tapi, kira2 pasarnya beda atau gak, ya? Kalau beda, meskipun terjemahannya mahal, mestinya nggak masalah kali, ya?

  4. Dina Begum says:

    Reblogged this on Dina's Pensieve and commented:
    Terlintas pertanyaan, kertas kita masih impor ya? Yang oleh teman sekamarku dijawab, “Kayu tropis enggak semua cocok untuk bahan buku. Kayu di kita kebanyakan kayu industri. Yang kita impor itu pulp atau campuran untuk membuat kertas. Kita memang impor pencampur buat bikin kertas tapi ekspor buat bikin perpustakaannya.”
    Teman sekamarku kuliah jurusan Teknologi Hasil Hutan di IPB.

  5. lulu says:

    Keren nih wawancara dengan mba Hesti, Ci. Gw jadi dapat gambaran lebih dalam soal penerbitan buku terjemahan dalam skala yang lebih besar. Iya, faktor dolar emang pengaruh banget. Dulu kantor bergegas bayar royalti/advance kalau dolar lagi turun *hihi buka dapur.

  6. […] PS. Baca juga wawancara Uci dengan Mba Hetih Rusli, editor Gramedia Pustaka Utama, mengenai harga buku terjemahan di sini. […]

  7. mhilal says:

    Waduh, urusannya malah balik ke istana negara dan gedung de pe er ya?
    Ini ndak baik untuk kesehatan 😐

  8. teguh aji says:

    ternyata begitu banyak faktor yang membuat buku terjemahan mahal, baru tahu saya

    tapi kalau bisa jangan terlalu mahal

  9. […] Tapi, tapi, harga buku sekarang mahal sekali. Apalagi buku terjemahan. Seorang teman penerjemah bahkan pernah membahas sebab-musabab melangitnya harga buku di sini dan di situ. […]

Leave a comment