Sebagai pembaca, kita tentu memiliki genre favorit yang menjadi faktor penentu saat memilih buku. Sesekali kita juga membahas buku-buku tersebut dengan pembaca lain, lalu lanjut membaca buku berikutnya. Namun para pembaca ini bukan sekadar membaca dan mengulas buku di akun pribadi. Mereka sengaja membuat akun khusus untuk mengekspresikan, bahkan kalau bisa menularkan kecintaan mereka terhadap genre favorit mereka. Yuliyono atau akrab disapa Ijul membuat akun twitter @fiksimetropop, akun facebook Pembaca Novel Metropop dan blog Metropop Lover. Sementara Melisa Mariani dan Fanda, membuat akun twitter @bacaklasik, akun facebook Baca Klasik dan blog Baca Klasik. Dari nama akunnya sudah ketahuan dong, apa genre favorit mereka?
Kenapa menyukai genre tersebut?
Ijul : Unsur utama yang membuatku suka pada metropop adalah setting kota besarnya. Hehehe. Cemen sih alasannya, tapi sampai umur segitu (Umur berapa yaa? 😀 –pen) aku hanya tahu tinggal di kampung. Ngebayangin Jakarta dan segala perniknya yang diceritakan di novel metropop, aku jadi bersemangat. Bahkan, dulu sempat terobsesi tinggal di Jakarta gara-gara baca metropop. Alhamdulillah, sekarang kesampaian merasai tinggal di sini.
Melisa & Fanda : Buku-buku klasik sudah teruji kualitas dan relevansinya dengan zaman modern dan terus dibaca dari generasi ke generasi. Dari karya-karya klasik kami belajar banyak tentang manusia dan segala kompleksitas pergulatan hidup mereka; bagaimana mereka berjuang, bertahan, menang, bahkan kalah. Juga tentang peradaban manusia, dan tentang seluruh aspek kehidupan nyata. Karya-karya klasik juga biasanya mengandung kedalaman makna, yang di permukaan menghibur, namun bila kita gali lapis demi lapis, banyak wawasan dan makna serta nilai hidup yang tak habis-habis kita temukan, dan selalu asyik untuk didiskusikan.
Dari mana muncul ide untuk membuat akun khusus? Apa ‘misi’nya?
Ijul : Saat baru awal-awal suka baca belum kepikiran membuat resensi. Baru di tahun 2007/2008 aku ketagihan main facebook dan
meninggalkan friendster. Dari situ, aku mulai rajin membuat resensi novel yang aku baca di notes facebook. Dan, karena kupikir belum ada yang secara khusus memilih metropop sebagai ‘objek’ utama, aku ambil saja bagian itu. Misi pribadi sih, inginnya orang nggak terlalu pilah-pilih bacaan secara saklek. Jangan hanya mandek di satu genre terus tak mau mencoba yang lain, apalagi sampai memandang sebelah mata sama genre lain.
Melissa & Fanda : Awalnya kami ngobrol di kopdar yang diadakan penerbit Serambi di Surabaya. Di situ kita saling curhat tentang keprihatinan merambahnya buku-buku populer dan kurangnya minat terhadap sastra klasik. Lalu kami (yang sama-sama mencintai sastra klasik) berpikir, kalau membuat komunitas pembaca klasik offline tentu sulit, tapi mungkin secara online lebih gampang. Tujuannya, untuk menularkan kecintaan pada buku-buku klasik, dong 🙂 Karena baca buku klasik kan sama dengan belajar tentang kehidupan. Juga untuk memberi wawasan tentang karya-karya klasik dunia.
Apa saja ‘keuntungan’ yang didapat setelah membuat blog dan akun khusus?
Ijul : Dari blog dan twitter metropop, aku menemukan jalan masuk ke dunia perbukuan. Yang paling aku syukuri tentu bisa berkenalan dengan banyak pihak yang selama ini bekerja di balik layar terbitnya sebuah buku, termasuk para penulis idola. Tentu saja nama Mbak Hetih tak bisa dilepaskan. Karena beliau-lah aku bisa mencicipi rasanya jadi proofreader, jadi salah satu juri seleksi awal lomba penulisan, dan saat ini mencoba belajar mengedit naskah. Tapi satu hal, dari awal tak pernah terlintas di pikiran bahwa aku berharap dapat keuntungan dari pembuatan blog atau akun twitter ini. Aku membuat semua itu murni karena aku suka baca dan cinta sama buku fiksi (terutama metropop).
Melisa & Fanda : Makin banyak yang jadi berminat baca buku-buku klasik, makin banyak yang men-submit review mereka, makin banyak referensi kami, sehingga wawasan tentang karya klasik semakin luas. Komunitas Baca Klasik memang sengaja kami khususkan untuk orang Indonesia, karena menurut kami di negara kita minat dan pengetahuan tentang sastra klasik sangat kurang.
Sepengetahuan kalian, banyakkah penggemar genre yang kalian sukai ini?
Ijul : Belum punya data empiris yang kuat sih, Mbak, tapi dari ‘fakta-yang-keliatan’ tiap ke toko buku, rak novel itu pengunjungnya banyak. Dan, rak novel romance juga banyak yang melirik. Penerbit pun banyak yang berbondong-bondong menerbitkan novel-novel bernuansa romantis.
Melisa & Fanda : Yang jelas tak sebanyak fiksi populer, mungkin karena kita tidak dibiasakan membaca karya-karya klasik saat duduk di bangku sekolah. Karya klasik biasanya lebih sulit dipahami, jadi tak heran kebanyakan pembaca memilih fiksi yang lebih menghibur.
Memiliki akun khusus dan kerap berceloteh tentang genre favorit mereka, wajar saja jika para pembaca ini sering dimintai rekomendasi mengenai buku-buku yang termasuk genre tersebut. Sebuah ‘tugas’ yang mereka emban dengan cukup serius karena tidak ingin mengecewakan pembaca lainnya.
Ijul : Jujur, aku suka merasa nggak tepat memberikan rekomendasi, soalnya selera orang kan beda-beda, takut nggak cocok aja. Misalnya, buku-bukunya Ilana Tan. Aku merasa biasa saja, tapi pembaca lain terpesona banget sama buku itu, kan agak ribet kalau kubilang, “hmm, mending baca yang lain deh.” Jadi, so far, aku bersikap netral. Yang penting aku sudah baca dulu, baru aku berani ngasih rekomendasi.
Melisa & Fanda : Kami boleh dibilang pilih-pilih dalam mengkonsumsi dan merekomendasikan sebuah novel klasik terjemahan, karena jujur saja kami masih sering menjumpai terjemahan yang salah (dan kesalahannya fatal). Lagi pula dari beberapa pengalaman, ada kecenderungan penerbit terlalu ingin menyesuaikan selera (atau kemampuan?) pembaca sehingga esensi karya aslinya tidak tercermin sepenuhnya. Beberapa kali kami merasa penerjemah dan desainer cover kurang mampu memahami makna yang diangkat suatu karya klasik. Sejauh ini hanya ada beberapa penerbit tertentu yang menurut kami kualitas terjemahannya (khusus untuk novel klasik) bisa diandalkan.
Untuk mempermudah para pembaca klasik pemula, Melisa dan Fanda membuat katalog buku klasik terjemahan yang mereka unggah di blog mereka. Buku-buku yang masuk katalog adalah keluaran penerbit-penerbit yang mereka anggap kualitas terjemahannya layak direkomendasikan.
Pernah memberi masukan kepada penerbit/penerjemah/penulis mengenai genre kesukaan kalian?
Melisa & Fanda : Pernah, lupa tepatnya kapan, kami pernah mengadakan survei via twitter diantara para klasikers (sebutan untuk anggota komunitas mereka), menanyakan karya klasik apa saja yang mereka ingin diterjemahkan. Kami juga sudah mengarahkan para penerbit untuk memantau. Tapi sepertinya memang karya klasik belum menjadi produk unggulan penerbit-penerbit besar yang mutu terjemahannya dapat diandalkan. Ada penerbit-penerbit kecil yang rajin menerjemahkan karya klasik, tapi mutu terjemahan mereka seolah-olah hanya mengandalkan google translate saja…
Ijul : Nggak pernah. Yah, kan penerbit sudah punya jajaran orang top, nggak perlulah aku. Aku cukup jadi pembaca yang ‘terkadang’ vokal sumbang saran dan kritik aja. (Salah satu kritik dari Ijul nih), belakangan beberapa novel metropop teranyar seperti kehilangan ciri khas metropop sekelas Alberthiene Endah, Syahmedi Dean, Fanny Hartanti, Dewie Sekar, Tria Barmawi, atau beberapa yang lain. Bahkan, parahnya metropop pun kena sindrom Korea-korean…eeeerghhhh…paling menyebalkan itu. Kenapa oh kenapa? Dan, yang aku suka dari metropop itu karakter yang hadir kuat dengan latar belakang pekerjaan dan keluarga yang kompleks, tak melulu hanya cinta-cintaan (itu sih Amore). Tapi, belakangan malah justru kebalik. Beberapa novel metropop malah mentingin unsur cinta-cintaannya dan Amore makin kuat dengan latar belakang tokoh-tokohnya. Duh!
Hwaah, dari jawaban-jawaban mereka, jelas sekali kan kalau para pembaca ini sangat menguasai genre yang mereka cintai. Meskipun genre klasik dan metropop bisa dibilang berada di dua kutub yang berseberangan, namun dalam hal totalitas sebagai pembaca, Ijul, Melisa dan Fanda saya rasa bisa disamakan 🙂
Event apa saja yang rutin diadakan oleh @bacaklasik dan @fiksimetropop?
Melisa & Fanda : Sebenarnya tahun 2013 ini kami vakum dulu, karena selain terbentur kesibukan, kami juga masih memikirkan program atau metode terbaik untuk memperkenalkan buku klasik dengan lebih efektif. Tahun lalu, tepatnya Februari 2012 kami mengadakan event ‘Bulan Dickens’ bertepatan dengan bicentennial-nya Charles Dickens, diisi dengan baca bareng karya-karya Dickens dan kuis trivia Dickens. Kemudian bulan Mei 2012 kami bekerjasama dengan penerbit Gramedia mengadakan event ‘Sherlock Quest’, dengan baca bareng (dan review) buku-buku Sherlock Holmes, mystery game dan kuis trivia. Terakhir di bulan Juli 2012 kami bekerjasama dengan penerbit Serambi mengadakan ‘Shorty July’, yaitu event baca bareng (dan review) cerpen-cerpen karya penulis klasik dunia.
Kami masih ingin mengangkat penulis-penulis klasik dunia lainnya untuk dibuat event tiap beberapa bulan, terutama yang karya-karyanya sudah banyak diterjemahkan, misalnya L.M. Montgomery. Di luar itu, mungkin kami akan tetap mengajak klasiker membaca karya penulis dunia yang belum banyak dikenal (di Indonesia), yang berulang tahun pada bulan tertentu, atau mengadakan baca bareng buku tertentu yang sedang dirayakan ulang tahun penerbitannya.
Ijul : Meskipun menggunakan nama yang merujuk ke Gramedia, aku belum pernah bekerja sama ataupun berafiliasi dengan penerbit itu. Well, banyak yang mengira akun itu resmi milik Gramedia. Bahkan, waktu masih pakai akun Novel Metropop di Facebook, aku sering dikirimin message menanyakan soal prosedur pengiriman naskah, maka sejak tahun 2009/2010, kuubah akunnya dengan nambahin kata “Pembaca” biar orang ngeh. Tapi, tetap saja, masih ada beberapa yang mengira aku dari Gramedia, hahaha.
Dengan jumlah follower 4000-an, akun @fiksimetropop memang cukup menjadi rujukan bagi para penulis dan pembaca, termasuk saya, yang belum terlalu akrab dengan genre metropop. Tak heran jika Ijul pernah mendapat lamaran dari seseorang untuk menjadi admin akunnya 😀
Terakhir nih, untuk Melisa dan Fanda, sebagian pembaca mungkin kesulitan mendapatkan buku-buku klasik, termasuk yang berbahasa Inggris. Biasanya kalian ‘berburu’ ke mana saja?
Fanda : Saya lebih suka belanja online, jadi jujugan saya: The Book Depository, Better World Books, atau Amazon. Baru-baru ini ada pilihan lain (lokal) di Open Trolley. Tapi favorit saya sih tetap The Book Depository. Selain itu, saya juga banyak melahap e-book gratis dari Project Gutenberg atau Feedbooks.
Melisa: Hampir sama dengan Mbak Fanda, saya paling suka belanja buku klasik di The Book Depository. Di toko buku online itu ada koleksi buku klasik terbitan Wordsworth Editions yang bisa didapatkan mulai harga $3 saja. Sedangkan untuk e-book, sampai sekarang saya belum betah bacanya, jadi saya cukup jarang baca e-book 🙂
Nah, kalau menurut Ijul, melihat banyaknya buku bertema romance, apakah genre ini bisa dibilang mulai jenuh?
Ijul : Hmm…enggak sih, kalau aku. Personally, nggak pernah jenuh dengan kisah cinta, hahaha. Beberapa bukti nunjukin roman masih berkibar kok. Lomba penulisan masih sering, buku baru bergenre roman masuk ke toko buku hampir tiap hari, dan beberapa buku roman jadi best-seller sementara buku ‘berbobot’ hasil menang penghargaan kesenian or something justru masuk rak obralan. Jadi, kupikir belum sih. Roman akan selalu hadir di sepanjang usia kehidupan, kupikir 🙂

Stand metropop Ijul di Festival Pembaca Indonesia (dari flickr Azia)
Oke. Pertanyaan terakhir buat Ijul. Adakah keinginan untuk terjun sepenuhnya ke dunia buku (saat ini Ijul berprofesi sebagai tukang pajak hehehe) mengingat sudah banyak juga job dari penerbit?
Ijul : Niatan pindah sih ada, karena di dasar hati kok rasa-rasanya aku cocok kerja di dunia perbukuan. Apalagi makin banyaknya teman dari industri ini yang kutemui setelah tinggal di Jakarta. Tapi kalau mengingat perjuangan mendapat pekerjaan tetap yang ini (dan upah yang kuterima, hahaha) aku masih merasa cukuplah hobiku ini jadi sampingan aja, dikerjakan freelance.
Asyik ya, mengobrol dengan para pembaca berdedikasi. Jadi kalau tidak ingin ketinggalan informasi mengenai karya-karya klasik atau karya metropop terbaru, silakan follow akun twitter atau blog mereka. Dijamin puas 🙂
suka keduanya… :))
Mantap2 yah bacaan mereka…selalu salut dan kagum aku.
Luar biasa perjuangannya…
Makasih artikelnya Mbak Uci.. 🙂
Reblogged this on Baca Klasik and commented:
Wawancara Baca Klasik oleh Mbak Barokah Ruziati 🙂
Keren, salut kepada para pejuang2 buku ini
Keren artikelnya… meskipun saya bukan pembaca metropop atau klasik 🙂
salam…mau nanya mba saya jg suka novel klasik tp aga ksulitan cari bbrp buku , kira2 bsa dpt dmna ya. mkasi
Halo amyattar, silakan main-main ke akun twitter, facebook, atau blog Baca Klasik yang sudah saya tautkan di atas. Bisa tanya langsung sama pakarnya 🙂