- Saya bukan pengamat yang bisa menilai isi film ini dengan cerdas, tapi saya berpendapat Habibie & Ainun adalah film cinta yang indah, karena tanpa Ainun, Habibie tidak bakal menjadi sosok seperti yang kita kenal.
- Meski dititikberatkan pada romansa kehidupan perkawinan, menonton film ini tanpa referensi politik sebenarnya sayang, karena perjalanan hidup keluarga mereka tak pernah lepas dari pusaran politik Indonesia. Saat Habibie digambarkan hendak memutuskan referendum Timor Timur misalnya, adegannya tidak gamblang dan mungkin banyak penonton muda yang kurang ngeh.
- Dengan menafikan pendapat-pendapat berbeda yang beredar di luar sana, karena toh film ini diangkat dari buku yang ditulis oleh Habibie sendiri, saya semakin kagum kepada tokoh ini. Dia punya kesempatan untuk hidup nyaman dan terhormat di Jerman, tapi memilih untuk pulang ke Indonesia dan membangun industri pesawat dari nol. Perjuangan yang pada akhirnya terasa sia-sia, karena pesawat Gatotkoco buatannya kini hanya tergeletak berdebu di dalam hanggar. IPTN pun kini sudah tutup buku.
- Saya semakin yakin bahwa ketika Gatotkoco lepas landas seharusnya bisa menjadi titik awal kebangkitan transportasi umum di Indonesia. Kemampuan ilmuwan dan teknisi dalam negeri mulai diakui, dan di sisi lain negeri ini sedang dipimpin oleh presiden bertangan besi. Kalau Soeharto saat itu memerintahkan pembebasan tanah agar bisa dibangun MRT atau subway atau apalah, pasti bisa langsung terlaksana. Sayangnya….
- Bahwa politik itu mengaburkan batas antara baik dan buruk. Malaikat dan setan bisa bersalin rupa dengan seribu wajah. Di sini Habibie digambarkan sebagai ‘malaikat’ dan saya memilih untuk berbaik sangka. Itu sebabnya kekaguman saya pun bertambah 🙂
- Banyak yang berpendapat ini film menye-menye. Tapi bagi saya tidak ada yang menye-menye tentang cinta sejati tanpa pamrih, tanpa merasa berkorban. Bagaimana Ainun yang bergelar dokter rela meninggalkan karir dan kehidupan nyaman di Indonesia demi mengikuti suami yang tidak bisa menjanjikan apa-apa selain ikrar bahwa dia akan menjadi suami terbaik. Bagaimana Habibie tetap berusaha menjaga perasaan Ainun dengan pura-pura tidur lalu bangun ketika dia yakin istrinya sudah lelap, untuk kembali bekerja. Bagaimana Ainun bersikeras untuk merahasiakan penyakitnya dari sang suami karena tidak ingin mengganggu dan menyusahkan. Padahal saya rasa andai Ainun memberitahu Habibie tentang kankernya yang sudah stadium 3, mungkin Habibie akan menolak diangkat jadi wakil presiden dan memilih membawa Ainun kembali ke Jerman untuk berobat.
- Betapa sosok Soeharto masih bisa bikin merinding alias keramat. Terlihat dari sudut pengambilan gambar yang tidak pernah full face, hanya dari samping. Menegaskan sosoknya yang misterius dan mistis 😀
- Dua jempol untuk Reza Rahadian yang begitu menyelami perannya sebagai Habibie, termasuk dalam berbicara bahasa Jerman. Entah apakah aslinya dia memang sudah bisa bahasa Jerman. Dan sepertinya sih, baru dalam film ini saya melihat Bunga Citra Lestari berakting. Bukan berarti saya pernah menonton semua film BCL, jadi yah…ini subjektif.
- Senang banget melihat kerja keras kru film yang berhasil menghadirkan setting masa lalu dalam film ini. Mulai dari mobil, rumah zaman Belanda sampai pernak-pernik rantang jadul. Oiya, dan kemunculan pesawat Gatotkoco.
- Jelas saja Habibie lengket dengan Soeharto seperti hujatan banyak orang. Yang ‘menyeret’ dia pulang dari Jerman kan Soeharto, yang melibatkan dia dalam politik juga Soeharto, dengan mengangkatnya sebagai menteri dan kemudian wakil presiden. Orang yang awalnya ‘cuma’ kepingin bikin pesawat, disuruh membuat keputusan politik. What do you expect?
- Ya, saya ingin sekali suami saya nanti menangis di pusara saya (jika saya pergi lebih dahulu) seperti kala Habibie menangis dan memeluk pusara Ainun. Siapa yang tidak ingin dicintai saat masih hidup dan tetap dirindukan ketika telah tiada…?
Judul : Habibie & Ainun
Rilis : Desember 2012
Sutradara : Faozan Rizal
Penulis Naskah : Ginatri S Noer, Ifan Adriansyah
Pemain : Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari
4 bintang
Gw juga sukaaa banget film ini, Ci.Gw paling terharu saat Habibie harus menerima berakhirnya riwayat IPTN. Sedih 😦 Dan, gw gatau apa jadinya film ini tanpa akting berkualitas Reza Rahadian. Keren abisss! Kalaupun ada beberapa kekurangan dengan pesan sponsor yang berseliweran, nggak mengurangi kekaguman gw terhadap film ini. Nice review, ci!
Iyaaa, nggak salah mereka milih Reza. Gw mencoba mengabaikan iklan-iklan itu sih sepanjang film. Mungkin berkat iklan yang banyak itu juga, propertinya bisa keren-keren 😀 Thanks Lu
“Ya, saya ingin sekali suami saya nanti menangis di pusara saya (jika saya pergi lebih dahulu) seperti kala Habibie menangis dan memeluk pusara Ainun. ” Komentar yang unik :-p
Kenapa? Lebai ya? 😀
Ngga lebai. Cuma aku belum pernah membayangkan hal itu aja :-p
Ooh…aku juga baru mbayanginnya pas nonton film ini kok hehehe
belum nonton gara-gara BCL-nya 😀
BCL-nya baik-baik aja kok Mbak, nggak bikin mengernyit hehehe