
Gw yakin penerbit-penerbit itu bukannya nggak ada uang. Karena pernah setelah menahan-nahan diri selama 3 bulan, gw akhirnya meng-sms sang editor, menanyakan honor gw. Sms itu tidak dibalas (ini juga satu hal yang sering membuat gw nggak habis pikir, kenapa orang bisa begitu enaknya mengabaikan sms yang masuk). tapi beberapa jam sesudahnya, ketika gw cek saldo lewat internet, honor gw sudah masuk! Lho, berarti kan selama ini uangnya udah ada….
Pernah juga gw menulis naskah untuk sebuah rumah produksi. Kerjasama pertama lancar, honor langsung masuk. Kerjasama kedua agak lama masuknya, tapi beres. Yang ketiga, gw tunggu-tunggu kok lama banget. Akhirnya malah dapat bocoran dari sekretaris kalau rumah produksi itu sedang gonjang-ganjing. Bahkan gaji si sekretaris pun belum dibayar. Waduh! Untunglah setelah berkali-kali meng-sms PO, honor gw bisa keluar dengan selamat. Mengenai nasib rumah produksi itu, gw sendiri udah nggak pernah kontak lagi dengan mereka.
Untuk yang satu ini, sepertinya gw masih harus terus belajar memupuk kesabaran… Karena jujur saja, penerjemah baru seperti gw, yang jam terbangnya baru seuprit, memang masih sangat tergantung pada penerbit yang notabene adalah pembeli jasa dan pemberi honor atau kasarnya ‘yang bayar gw’
Tidak kok, gw tidak mengeluh, memang inilah hidup 🙂